Label

Jumat, 12 April 2013

Dari Kata Derita Anak Jalanan

Seorang anak jalan yang tiap hari memberikan kita semangat di pagi hari siang dan malam. Anak jalanan juga yang selalu menhibur kita dengan suara yang begitu merdunya disaat kita  menyendiri.

Tapi saat ini pengamen anak jalanan hanya di jadi bahan ocehan pemerintah dan masyrakat umum.

"Ketika anda sendiri ada pada posisi meraka yang sangat butuhkan kesehatan dan butuh makanan. apa yang pemerintah lakukan kepada anak jalanan itu??

Model: Arfan Saputra
 DERIATA ANAK JALANAN

Penderitaan berasal dari kata derita yang artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat dirasakan secara lahir maupun batin. Penderiaan akan dialami oleh semua orang, baik itu orang kaya, miskin, tua maupun muda.  Setiap penderitaan pasti ada sebabnya, baik itu berasal dari perbuatan buruk manusia, maupun yang datang dari Tuhan. Kalau penderitaan yang datang dari Tuhan, kita hanya bisa berusaha dan berserah diri kepada takdir baik ataupun takdir buruk yang telah direncanakan Nya. Kalau penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk sesama manusia kita bisa memulai memperbaiki diri sendiri dengan hidup baik antara sesama manusia dan menyadari bahwasanya kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain karena kita sebagai manusia termasuk makhluk sosial. Banyak kasus penderitaan yang terdapat di dalam kehidupan kita sehari-hari contohnya adalah penderitaan anak jalanan.

Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan berdasar hubungan mereka dengan keluarga.

Salah satunya adalah anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau memutuskan hubungan dengan keluarganya. Khususnya di pusat-pusat kota dan di jalanan, keberadaan mereka sangat mudah dijumpai. Tapi sayangnya, tak sedikit di antara mereka yang perilakunya meresahkan.

Sejak zaman orde baru permasalahan anak jalanan telah menjadi sorotan utama. Di setiap sudut kota-kota besar di Indonesia anak jalanan seperti menjadi bagian dari hiruk pikuk keramaian dan kesibukan sehari-hari. Jumlahnya yang semakin bertambah setiap tahunnya menjadi sebuah dilema yang harus dihadapi Pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian diantara kita menjadikan permasalahan tersebut semakin mandarah daging. Sementara anak jalanan dianggap sebagai sebuah mimpi buruk dalam sosialita kehidupan di kota-kota besar.

Banyak diantara kita yang salah memahami makna kata anak jalanan. Mereka dianggap sebagai orang yang terbuang. Padahal mereka adalah korban dari kerasnya kehidupan yang mendasar dari sebuah ketidak pedulian.  Bahkan Undang undang dasar 1945 Negara kita juga menyebutkan di pasal 39 ayat 1 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Perilaku mereka tumbuh dari kesenjangan yang kita bentuk sebagai bagian dari penolakan kita terhadap mereka. Hal tersebut akan menumbuhkan perasaan tidak aman dan memicu perubahan sikap mereka terhadap kehidupan di sekitarnya.


Anak-anak jalanan tidak jarang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk mencari keuntungan pribadi. Mereka diberdayakan dan dimanfaatkan tanpa perasaan serta terikat dalam suatu jaringan yang kuat yang menjerat mereka.

Berbagai upaya harus dilakukan terutama untuk memutus jaringan tersebut dan memperbaiki pandangan masyarakat terhadap anak jalanan.
Pemerintah telah berupaya membantu meningkatkan kehidupan anak jalanan. Pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu cara penanganan terbaik atas berbagai masalah anak jalanan.

Program yang direncanakan adalah berupa bantuan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial, dan pemberdayaan sosial. Bantuan terutama diarahkan pada bidang pendidikan. Selain pendidikan, pelatihan sesuai bakat dan minat anak-anak jalanan juga menjadi perhatian. Bila diasah dan diarahkan, bakat ditambah pelatihan yang mereka dapatkan bisa menjadi sumber matapencaharian di kemudian hari. Penyediaan tempat rehabilitasi penting sebagai wadah sosialisasi sekaligus tempat pendidikan dan pelatihan ketrampilan. Rehabilitasi juga bisa menghindarkan mereka dari mafia eksploitasi anak-anak dan gelandangan.

Namun diantara seluruh program yang diupayakan Pemerintah terdapat hal penting yang luput dari pandangan masyarakat yaitu hilangnya rasa empati masyarakat dengan mengatasnamakan modernisme dan individualisme. Pemikiran masyarakat modern yang membuat segala halnya menjadi sulit untuk terwujud.

Ini merupakan sebuah tantangan terbesar dalam diri masyarakat untuk dapat merubah sikap dingin mereka terhadap anak jalanan. Tentunya hal tersebut akan dapat membantu mempercepat pelaksanaan program Pemerintah terhadap anak-anak jalanan.
Mulai saat inilah kita mencoba dan berusaha memahami bahwa anak-anak jalanan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Tak jarang anak-anak dari keluarga tak mampu sering “dipaksa” untuk secepatnya menjadi dewasa dengan beban tanggung jawab ekonomi keluarga secara berlebihan sehingga mereka tak sempat menikmati masa kanak-kanak yang ceria dan menyenangkan. Sudut-sudut kota pun sarat dengan keliaran anak-anak jalanan.

Ironisnya, tak sedikit aparat yang menilai kehadiran mereka sebagai sampah masyarakat yang mesti dikarantina tanpa ada kemauan politik untuk membebaskan mereka dari cengkeraman kemiskinan dan ketidakadilan. Hendaknya kita sebagai bagian dari masyarakat memulai merubah pandangan kita. Mulai saat inilah kita mencoba dan berusaha memahami bahwa anak-anak jalanan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Pangkep, 12 April 2013

Jumat, 15 Februari 2013

"KISAH HIDUP DI JALANAN"

Berbagai macam rasa telah aku rasakan, pahit, getir, luka, perih, miris, terhina, tanpa harapan, semua fase kehidupan yang tidak enak sudah aku lewati. Saat ini semuanya berbuah kesuksesan. Segala kata yang menyakitkan, mungkin tak cukup untuk melukiskan penderitaan. Jangankan sekolah, untuk makan dan bertahan hidup pun harus berjuang dalam keperihan.

Sudah sering aku harus rela menerima caci maki yang luar biasa kasar. Tidak terhitung, perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi. Demi sesuap nasi, sering saya harus menerima pekerjaan yang kelewat berat untuk anak-anak. Masih banyak lagi hal suram buram yang aku alami sepanjang aku menggelandang di jalanan. Di jalanan yang berlaku bukanlah hukum masyarakat yang penuh aturan dan tatakrama, tetapi hukum rimba yang mengandalkan kekuatan fisik.

 
Siapa yang kuat, dialah yang menang. Saat itulah aku hanya berusaha untuk menjadi orang kuat dalam versinya demi mempertahankan hidup di jalanan. Pekat dan suramnya kehidupan, sering pula membuat aku ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Seperti sebuah lentera yang aku tidak mengerti dari mana datangnya, adalah pemikiran sederhana dan lugu yang aku miliki. aku tidak pernah berpikir banyak tentang halangan dan rintangan tersebut.

Keinginannya hanya satu, bisa makan demi mempertahankan kehidupannya agar terus berjalan. aku tidak mau mati konyol. Aku merasa harus berjuang dan harus menjadi kuat.
Kini, semua halangan, rintangan, penderitaan, kesakitan, kepedihan, luka, air mata, pengorbanan, semuanya telah berubah menjadi lautan hikmah. Dulu, dengan segala kepahitan yang aku alami sebagai anak jalanan, aku hanya merasakan betapa pedihnya hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Betapa tidak menyenangkannya menjadi anak jalanan. Salah satu kategori ‘orang-orang buangan’ yang tidak memiliki harapan dan masa depan. Penulis berharap mudah-mudahan dengan membaca kisah hidup Aku, semakin banyak orang yang mau mengubah hidupnya menuju kesuksesan dan kebahagiaan. Sesungguhnya, kesuksesan dan kebahagiaan tergantung pada diri kita masing-masing. Tidak tergantung pada orang lain. Apapun latar belakang kita, sukses adalah hak kita.

Jumat, 08 Februari 2013

"Kini Pangkep Sudah Berusia Ke 53 Tahun"

Usung Desa Mandiri Jadi Kunci Sukses

PANGKEP_kini  sudah berusia 53 tahun pada 8 Februari 2013.Roda pembangunan yang senantiasa berputar mengiringi dinamika kehidupan warganya. Banyak hal yang telah diukir selama ini, menjadikan Pangkep juga mampu berkembang sejajar dengan kabupaten lainnya di Sulsel, bahkan berobsesi maju selangkah membawa misi Pangkep sebagai penghasil produk pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan terbesar di Indonesia tahun 2015.

Pada tahun 2013 ini, Pangkep dibawah kepemimpinan H.Syamsuddin Hamid SE dan Drs.H.Abd.Rahman Assegaf Mi.Kom, juga telah memasuki tahun ketiga dalam mengomandoi nakhoda pemerintahannya. Dengan fokus pembangunan pada pengelolaan sumberdaya alam seperti pertanian, perikanan, perkebunan hingga pertambangan. Kesemuanya diarahkan dapat mengangkat kesejahteraan warganya.

Tahun ketiga pemerintahan Bupati Syamsuddin-Abd.Rahman Assegaf ini selain bertekad akan menjadikan tahun kerja keras, juga berobsesi akan keluar sebagai Daerah Tertinggal dengan mengusung Desa Mandiri. Program Desa Mandiri yang akan diterapkan tahun ini, diharapkan dapat membawa angin segar di berbagai wilayah terutama di desa terpencil untuk dapat lebih maju dan sejajar dengan desa lainnya.

Secara defenisi Desa Mandiri adalah suatu kesatuan wilayah administratif yang terpenuhi kebutuhan dasarnya dan mampu mengelola sumberdaya alamnya bagi peningkatan kesejahteraanya sehingga menjadi lebih maju.  Desa Mandiri ini tersebar di setiap kecamatan. Pada setiap kecamatan terdapat 1 Desa Mandiri dengan 2  Desa/kelurahan Penyangga. Tujuan Desa Mandiri diantaranya  menguatkan kelembagaan lokal masyarakat desa/kelurahan, meningkatkan sinergitas dan keterpaduan stakeholders dalam mendukung percepatan pembangunan desa/kelurahan, meningkatkan partisipasi, daya kreasi dan inovasi masyarakat dalam mendayagunakan potensi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan desa/kelurahan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian, perkebunan dan perikanan.

Kabupaten Pangkep mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan kabupaten lainnya di Sulsel. Memiliki tiga dimensi wilayah, kepulauan, dataran rendah dan pegunungan.  Potensinya wilayah tersebut juga sangat berlimpah seperti di kepulauan terdapat aneka biota laut dan perikanan serta rumput laut dan terumbu karang. Sedangkan di pegunungan terdapat potensi pertambangan, pertanian dan pegunungan. Begitupun  dengan wilayah dataran rendah terdapat pertanian, peternakan hingga budidaya pertambakan.

Selama ini, Pangkep mempunyai potensi unggulan di bidang pertanian berupa Padi Lapang dan Jeruk Pamelo dan Jambu Mete, untuk perikanan terdapat ikan bandeng dan udang windu, kepiting rajungan serta rumput laut. Untuk bidang pertambangan, terkenal industri semen dan marmer.

Dengan potensi tersebut, terutama untuk industri telah  menyerap ribuan tenaga kerja lokal terutama untuk industri semen dan marmer. Kedua jenis industri tersebut, menjadi lapangan kerja ribuan warga untuk dapat menghidupi keluarganya. Sedangkan untuk sektor lainnya seperti perikanan dan pertanian, meski masih terbatas menggunakan tenaga kerja, namun mampu menjadi tumpuan hidup warga dari hasil pertanian dan perikanannya.

Olehnya itu, Bupati Pangkep, H.Syamsuddin Hamid SE, bertekad akan keluar dari predikat Daerah Tertinggal pada tahun depannya. Alasannya, jika tahun ini, Pemkab akan menjadikan sebagai Tahun Kerja Keras untuk dapat keluar sebagai daerah tertinggal dengan menggarap semua potensi itu dengan maksimal. Jalan menuju ke arah itu memang sudah terbuka lebar. Pemkab Pangkep telah membangun berbagai sarana untuk menunjang perutaran ekonomi lokal. Badan jalan daerah semakin diperlebar ke arah kawasan industri PT Semen Tonasa dan pabrik marmer. Jalur jalan yang dulunya hanya selebar 4 meter kini sudah bertambah menjadi 6 meter. Begitupun ke arah dermaga Maccini Baji sebagai pintu keluar ke weilayah kepulauan, juga diperlebar dari 4 meter menjadi 6 meter. "Semua itu, kita harapkan dapat meningkatkan mobilitas warga untuk menjual hasil produksinya," kata Ir.Sunandar,Kadis PUK, beberapa waktu lalu di Pangkajene. Ia mengatakan, berbagai jalur jalan kabupaten akan ditingkatkan dan diperlebar dengan anggaran APBD setempat.

Selain melengkapi infrastruktur, program lainnya yang mendukung upaya tersebut yaitu Desa Mandiri, dengan fokus menggarap potensi alam di desa. Setiap  kecamatan mempunyai satu desa atau keluarahan yang masuk dalam program Desa Mandiri. Di Desa Mandiri tersebut, setiap SKPD tekhnis akan melakukan kegiatan yang sesuai dengan bidang dan potensi desanya. Hal ini, akan terlihat hasilnya pada tahun depan untuk benar-benar keluar dari predikat Daerah Tertinggal.

Jumat, 01 Februari 2013

"Dengan Modal Suara, Aku Bisa Dapat Laptop Baru"


Photo: "Suasana Saat Ngamen Di Sungai pangkep"
Namaku Sandy. Alumni Sekolah Demokrasi Pangkep “SDP” angkatan pertama di tahun “ 2010.” Aku gagah dan pintar bernyanyi, tidak heran aku banyak teman. Suaraku bagus, aku merasa hidupku sangat bahagia walau aku sebenarnya terlahir dari keluarga pas-pasan, bapakku hanyalah seorang  Supir Taxi  dan Mamaku ibu rumah tangga biasa. Tapi toh aku bisa memanfaat apa yang ku punya saat ini, ya otak dan Kegagahanku. Aku punya banyak teman dan banyak cewek di pangkep yang ingin jadi pacarku. Tapi pilihanku jatuh pada satu hati yaitu.Ahh..aku Lupa namanya. Tapi Cewek itu anak seorang anggota DPR. Hihihi…

Tapi semakin mendekati akhir SDP, banyak tekanan ku dapatkan. Dan lebih banyaknya dari keinginan diri sendiri. Aku ingin ini, aku ingin itu. Dan yang terakhir yang ku ingini adalah sebuah laptop keren. Miris rasanya melihat kemputer tua di kamar bapakq. Ah, nasib buruk akan menimpa tugas-tugaku bila aku berkutat dengan Kemputer tua itu. Ku mintakan pada Mama Papa untuk membeli laptop baru yang baru saja ku tanyakan harganya 6 juta. Dan seperti biasa orangtuaku menggeleng. Aku kecewa dan sangat putus asa. Kapan yah orangtuaku ini memberikan aku sesuatu yang ku ingini tanpa berlama-lama aku menunggunya?

Ditambah lagi ternyata berpacaran dengan seorang anak kaya tidak terlaly membantu. “Ya iyalah”… Yang kaya bapaknya bukan dia. Aku pun makin kecewa, galau dan selalu merasa minder bila melihat teman-teman SDP datang ke kampus ”Sekolah Demokrasi Pangkep” membawa laptop yang bagus-bagus. Sementara aku hanya mengerjakan tugas tulisanku di rumah.

Di tengah kegalauanku ini ternyata banyak malaika menyapaku untuk terjun ke jalan. Aku bertemu Eko, si penyanyi jalanan. Dia tahu aku kenapa bermuram, dia memberi aku solusi dan tak jauh-jauh dari profesi yang dia jalani. Cukup lama aku menimbang-nimbangnya bagaimana yang harus ku lakukan, namun karena sudah kesengsem sama laptop baru itu, maka aku mengiyakannya saja.
Aku deg-degan menjalani ini semua, ku pandangi kedua orangtuaku dan… Ahhhh, sudahlah tak mengapa yang menderita nanti kan aku bukan mereka. Pokoknya aku mau laptop baru itu.
 TITIK! Ku tinggalkan Mama dan Papaku di rumah, ku katakan berangkat ke Sekret padahal ke daerah  Pare-pare yang di sana aku sudah janjian bersama Eko dengan Ichal. Maaf Ma, Maaf Pa!
 Singkat cerita, aku memasuki sebuah warung dan… Oh, Tuhan aku menitikkan airmata! Ingin rasanya berputar arah dan keluar dari warung itu. Tapi sudah aku pun masuk saja. Ku lihat ada seorang gadis paruh baya sedang makan membelakangi aku.

“cewek…”

gadis itu berbalik dan…

“Aduh ternyata cewek Anak anggota DPR!!!”
 Aku terperanjat dan ingin berlari saja namun Cewek Itu

tersenyum tanpa risih sedikit pun.

“Kamu lari? Tidak akan ku Sms kamu… ” Katanya tertawa sinis.

Pasrah! Hanya itu dalam hatiku. Ternyata selama ini wanita itu tinggal diPare-pare. Dengan. Ya, Tuhan!!! Ah, sudahlah yang terpenting aku bisa membeli laptop baru walau dengan suara dan gitar yang kumainkan.
Siang itu, Suaraku terganggu akibat aku batu-batu. Sungguh menyakitkan buatku, walau sebelumnya Eko dengan Ichal sudah membekaliku sebuah jahet agar tidak terjadi apa-apa. Untungnya ada seorang teman diPare-pare yang ingin membatuku bernyanyi  di warung goyang lida dekat pantai.
Kesakitan fisikku akhirnya terbayar dengan uang yang ku dapat dan aku bahagia. Aku menghitung lembar demi lembar. “Ah, Tuhan ini belum cukup!”, Ya selalu aku bawa nama Tuhan seakan Tuhan merestui ini semua aku lakukan. Aku betul-betul sangat bodoh!!!

Seminggu berlalu. Ya, seminggu aku meninggalkan gitarku yang tak akan pernah kembali  itu. Aku betul-betul sangat sensitif dan selalu ingin marah-marah saja pada semua orang dan terkadang menangis!!! Aku menyesal tetapi ku lakukan lagi dan lagi! Ku lihat nasibku maka aku akan menangis namun ku lihat uang ngamenku aku merasa sangat terbantu untuk tersenyum kembali!

Beberapa teman-teman KPJ dan Eko merasakan perbedaanku. Emosiku sangat tidak stabil! Persetan dengan semua itu yang terpenting aku berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang ku inginkan tidak seperti mereka yang hanya bisa meminta kepada orangtua. Ah, Tuhan pun maklum! Yah, harapanku begitu…
Dalam seminggu ini aku Cuma tinggal diam saja dan kembali ku perhatikan uangku. Ah, belum cukup sama sekali!!! Aku memutuskan untuk yang terakhir kalinya kembali ngamen lagi di warung. warung mana pun yang mau dinyanyikan asalkan berduit, itu saja…

Kembali lagi aku janjian dengan seorang teman dan itu juga melalui perantara ichal. Aku tak mau lagi seperti seminggu yang lalu. Apa lagi yang aku galaukan? Toh,  Suaraku memang sudah tidak terganggu lagi!!! Aku malah melompat-lompat kegirangan karena sebentar lagi aku akan memiliki laptop baru… ^_^

Praaaakkkk!!!! Terdengar suara pintu mobil yang mau masuk warung lalu ku buka tas gitarku dengan santainya aku masuk begitu saja. Ternyata orangnya belum ada, aku hanya bisa duduk termenung. Namun sesaat kemudian pintu mobil terbuka lagi, seorang wanita cantik masuk ke dalam warung. Aku tersenyum dan sedikit canggung! Dia melangkah makin melangkah dan terlihat jelas. Dia kan…. Anak anggota DPR!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Selasa, 29 Januari 2013

Saya Punya Laptop Baru


Tepat pukul 01.00 dini hari, hp yang tergeletak di atas meja kecil di sudut kamar berdering. Saya tidak segera menyambarnya. Malas, aku baru saja membaringkan badan  untuk istirahat malam, sehabis bergulat dalam diskusi yang membincang fenomena yang ada dipangkep; remaja dan aktifitasnya sehari-hari belakangan ini. Aku membungkus seluruh badan dengan selimut, sambil berharap, hp di sudut kamar itu semoga tidak berdering lagi. Ternyata yang diharapkan tak kunjung kabul. Hp itu kembali berdering. Aku cuekin saja. Akhirnya berhenti sendiri. Selang beberapa menit kemudian berdering lagi. Buyar sudah. Rasa ngantuk menjadi lenyap. Aku bangkit, menyalakan lampu, dan melangkah ke sudut kamar, meraih hp yang masih berdering dan bergetar di atas meja kecil itu.

Ternyata dering pertama adalah pertanda masusknya sms dan dua dering berikutnya adalah pertanda panggilan dari nomor yang tidak kukenali. Memang sudah menjadi kebiasaan bagiku, tidak segera mengangkat hp dari panggilan yang tidak kukenali. Makanya aku tidak terlalu memusingkan dua panngilan yang masuk. Tapi tidak dengan sms. Segera saja aku membuka sms itu dan membaca isinya. Ternyata dari Putri gadis remaja usia 20 tahun, yang beberapa minggu lalu aku kenal di sebuah warung dekat kampusnya. “Kak,…”, saya jeda sejenak membaca sms itu. Aku segera menuju ke depan cermin hendak menggugat kepantasan diri dipanggil kakak oleh remaja belia alias ABG. Kepantasan seperti apa bagiku untuk hal itu? Bukankah usiaku sekarang sudah 29 tahun. Lalu dimana pantasnya aku dipanggil kakak oleh seorang gadis remaja yang masih bau kencur itu, yang seumuran dengan adekq yang satu kampus  dengan Putri.

Apakah Putri  tidak berpura-pura, hanya untuk sebuah kepentingan. Tapi ah, sudahlah. Masih di depan cermin, aku lanjutkan membaca sms yang masih tersisa. “… saya sungguh sedang dalam situasi terdesak. Apa kakak mau bantu saya? Sejumlah pelajaran di kampus mengharuskan aku punya laptop, tapi orangtua saya hanya pedagang kecil-kecilan, mana mampu membelikan saya laptop. Jika sekiranya kakak, mau membantu meminjami aku uang untuk beli laptop, maka alangkah bersyukurnya aku. Kak, Apapun akan aku pertaruhkan, jika kakak mau membantu”. Rasa-rasanya kalimat yang tertulis dalam sms ini, bukan berasal dari seorang gadis remaja usia KAMPUS. Aku menduga Putri adalah seorang gadis remaja yang pintar. Prihatian. Aku tidak segera mengambil keputusan untuk menyahuti permintaan Putri.
Aku memutar waktu, sejenak kureka ulang dalam benakku awal perkenalanku dengan Putri yang sebenarnya hanya iseng saja. Saat pertama kali berpapasan makan siang di warung dekat Kampusnya. Aku mentraktirnya. Kepadanya aku tanyakan dari kampung mana ia berasal, kelas berapa dan sejumlah pertanyaan iseng lainnya. Seingatku pertanyaan iseng terakhir yang aku lontarkan ke Putri ketika itu adalah apakah ia sudah punya pacar –diam-diam aku menertawakan diri sendiri, dengan kalimat-kalimat picisan kayak gitu– yang dijawabnya dengan kata tidak. Kepolosan yang dikuatkan dengan ekspresi wajah yang menggoda, terutama pancaran tatap mata dan kedipannya seperti diatur sedemikian rupa, seperti penuh berharap, memaksaku untuk percaya bahwa gadis Putri yang parasnya cantik dan tampak natural itu memang tidak punya pacar.
Persis kayak remaja yang baru menjelang masa puber, saat itu aku tukar-tukaran nomor telpon dengan si Putri. Malu rasanya, tapi naluri sebagai laki-laki lebih kuat, mengalahkan tabiat sebagai orang lelaki tua yang mestinya mengayomi anak-anak. Bukankah ia masih sebaya dengan Adek keduaku, yang masih satu Kampus dengannya. Pantasnya ia saya pandang pula sebagai Adek.     


.

Minggu, 27 Januari 2013

"Aku Tak Seberuntung Mereka"

Aku terbangun dari kotor dan dinginnya bawah jembatan ini. Begitu juga dari suara-suara kendaraan bermotor yang silih berganti. Tapi ini sudah biasa bagiku. Ketika kubuka mata ini, pikiran dan perutku seakan mengerti. Saatnya kucari sesuap nasi. Menelusuri rimba rayanya kota, tertatih pada rintih kaki dan berpeluh pada guritan derita.
Kakiku terus melangkah, sementara perutku pun terus mendendangkan lagu keroncongnya. Kutilik dibalik rumah mewah itu. Bahagia sekali, mereka sarapan pagi bersama dengan makanan telah tersaji diatas meja. Sementara aku?? Berapa kilometer lagi harus kutempuh?? “Aku tak seberuntung mereka”.


Di teriknya matahari yang seakan ingin membakar kulitku, aku harus mengais rejeki. Di jalanan, di perempatan, di warung-warung, tak peduli betapa teriknya siang ini. Dengan lagu kudendangkan juga dengan tangan menengadah. Pengemis, pengamen, mungkin itu kata yang lebih tepat. Anak jalanan, anak terlantar, apapun kata mereka aku tak peduli. Buat aku yang terpenting adalah bagaimana menyambung nyawaku.
Kutengok di balik gedung itu. Nyamannya mereka, tidak kepanasan, duduk disana, mendapatkan pendidikan, mendapatkan teman pula. Inginnya aku bersekolah. Tapi uang dari mana? Bagaimana bisa? Kalaupun telah ada sekolah gratis, belum tentu yang lainnya gratis. Kalaupun aku sekolah, bagaimana aku bisa mencari sesuap nasi? Sekali lagi aku harus berkata, “Aku tak seberuntung mereka”.

Lalu ketika senja tiba. Kutahu hari kan gelap. Gelap pula harapanku, ku tahu malam ini aku harus tidur di emperan toko, di kolong langit, bahkan di kolong jembatan. Tanpa peduli apa yang akan terjadi nanti. Hujankah? Hemmm… hujan? Dinginnya malam adalah selimutku.  Kardus bekas adalah kasurku. Tak ada bantal dan guling untukku.
Guling dan bantalku telah mati. Diambil Tuhan, bahkan disaat aku ingin merasakan hangatnya pelukan ibu. Yang tersisa hanyalah sebuah kenangan dan dingin yang menusuk kalbu. Sementara aku disini, anak-anak lain tidur menggunakan kasur, selimut tebal, bahkan hangatnya pelukan orang tua. Dan untuk kesekian kalinya, aku harus berkata “Aku tak seberuntung mereka” .

Ibu, ingin ku mengadu. Mereka bilang aku anak terlantar, mereka bilang aku anak jalan yang tak pantas jadi teman mereka. Mendekat saja mereka tak mau. Ibu…temanku hanya kepahitan hidup. Isak tangis kutahan, senyum palsu kuperlihatkan. Ingin kutunjukan ketegaran pada diriku, meskipun sebenarnya aku rapuh.
Miris… melihat mereka menapaki kepahitan hidup. Tak ada yang peduli, bahkan menganggapnya jijik. Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara, jelas tertera dalam UUD 1945. Namun, faktanya tidak seperti itu. Mereka dipinggirkan oleh Negara, bahkan diliriknya saja tidak. Apa pemerintah lupa? Ataukah hanya berpura-pura?

Anak terlantar (anak jalanan) justru diperlihara oleh Babeh. Mereka mendapat perlakuan buruk, disodomi, tempat pelampiasan nafsu seksnya. Kejahatan terhadap anak-anak jalanan kerap terjadi. Dan pemerintah seakan-akan  pura-pura, alih-alih memelihara anak terlantar, pemerintah malah memelihara para koruptor.
Harapanku untuk Indonesiaku adalah agar pemerintah benar-benar mencerna dan memahami redaksional dari pasal 34 ayat 1 UUD 45 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.  Agar mereka mendapatkan perlindungan yang lebih baik.

Sabtu, 26 Januari 2013

" AKU PASTI BISA"



Sangat ingin rasa mempunayi sebuah laptop dan ingin belajar tetang penulisan cerpen, dan ingin belajar lebih banyak lagi, "ujar" Seorang teman yang pernah diajarkan dengan  teman jurnalis  pangkep, tentang penulisan yang benar dan berbahasa yang baik kesemua orang.selama ini aku hanya bisa menulis dengan pensil dengan buku Tulis. tapi. Malam ini aku hanya termenung di depan komputer temanku. Tak seperti biasanya. Biasanya aku datang ke rumah temanku itu hanya untuk menulis. Selalu berjalan biasa, aku selalu menulis. Menulis cerpen, terkadang. Merangkai kata menjadi puisi, ini yang sering. Tak lebih. Tapi, kali ini aku tak bisa. Imajinasiku seakan tumpul. Otakku tak mengalir deras seperti biasanya. Dan aku hanya termenung. Iya! Begitu saja. Tak lebih. Juga tak kurang. "Aku Pasti Bisa"




Sudah beberapa lama aku menulis cerita hidup yang aku alami, tetapi aku ragu untuk menerbitkan cerita tetang hidup ini kemedia. namun ada seorang teman yang pernah mengatakan tetang rasa keraguan,  jangan pernah ragu untuk dikenal dimedia. kalo memang karya tersendiri kita, kenapa mesti ada keraguan didalam diri kita. mestinya kita harus berani untuk menulis apa yang terajdi saat kita ada diluar. "Aku Pasti Bisa"

Aku pun tak mau pusing. Aku mengikuti khayalan buntuku. Kalau memang tak ada ide tak apaapa. Menurutku tak harus marah pada diri yang memang mungkin sedang ingin istirahat. Sedang tak ingin diganggu oleh siapapun. Termasuk aku dan keinginanku yang sering kali memforsirnya. Tak mau tahu dengan capeknya. Mengacuhkan waktu istirahatnya tanpa membuatkan jadwal. "Aku Pasti Bisa"

Tapi harus banyak dilanjut lagi menulis, istirahat sudah taratur, makanan juga sudah dicicipi. apa lagi yang kita pikirkan. owh yang aku pikirkan tentang  penulisan cerpen cerita hidupku. selama ini yang aku inginkan hanya jadi penulis yang terbaik di indonesia bukan cuma disulsel saja saya ingin dikenal, tetapi sampai sabang sampai maroke. "Aku Pasti Bisa"

Aku kembali ke tempat semula. Depan laptop temanku. Ah, ternyata otakku masih buntu. “Atau aku nulis kisah orang barusan itu. Orang misterius bin aneh. Mau curhat saja harus ke orang yang tak dikenalnya. Untung ketemu sama orang seperti saya. Orang yang sangat mengedepan kepentingan orang lain. Hmm … sombongku kumat lagi”

Kuikuti usul batin barusan. Jemariku mengetik cepat seperti mentari mencakar kulitkulit permukaan bumi dengan panasnya. Atau seperti tusukantusukan kukukuku dingin pada musim dingin yang menembus lapisan bajuku walau tiga “berakhiran” jaket “berbumbu” bulubulu. Entah bulu apa. Dia tak kelihatan. Juga tak sempat tanya waktu dulu membelinya di sebuah toko pasar Sentral pangkep.

Tulisanku mengalir deras. Baru kali ini aku menulis dari kisah nyata. Bagiku, menulis cerpen kisah nyata itu tak kreatif. Letak kreatifitasnya dimana coba? Hanya menyalin. Tapi, aku pernah membaca sebuah buku panduan tentang kepenulisan. Dalam buku itu dipaparkan penulis penulis terkenal sekaligus sebagian kecil tulisannya. Sekali lagi, dalam buku itu aku temukan penulis terkenal bernama … ah, aku lupa. Dan yang aku ingat, bahwa dia sering menulis dari kisah nyata yang dirubah menjadi fiktif. Biasanya yang dia rubah adalah konflik dan setting.

Ya! Biarlah malam ini aku menulis kisah nyata itu. Akan kuikuti cara penulis terkenal yang kulupakan namanya itu."Aku Pasti Bisa"

Kini aku sibuk menghapus tulisan yang baru kutulis itu. Hanya masih dua lembar. Font 12. Dan spasi 1,5. Sebenarnya ada rasa sayang menelikung. Tapi, biarlah. Bukankah itu hanya salinan. Bukan hasil imajinasi yang     menyerpih di jalanjalan berdebu. Atau pada angin malam. Atau dalam sepi. Juga dalam tertawa keramaian di antara goyonan teman teman.

Aku rubah kisah tamuku yang barusan pulang. Aku menjadikannya fiktif. Terang saja, aku tak benarbenar merubahnya. Hanya menambahkan. Bukankah dia tadi belum menemukan jalan keluarnya? Nah, dalam tulisanku itu, aku ceritakan kalau dia sudah menemukan solusi. Dan dia pun menjadi betah menikmati rumahnya sendiri. Tidak lagi seperti angin yang menyemilir. Bukan lagi air yang terus mengalir mengikuti kelok sungai.

Dia kukisahkan sebagai burung Camar yang terbang tinggi, tapi pasti kembali ke pinggir laut yang membiru. Kembali menikmati hidangan Tuhan yang berserakan di antara pinggiranpinggiran pantai. Camar itu tersenyum. Sesekali menengadah ke hamparan langit luas yang juga membiru seperti hamparan laut. Seakan mengabari langit “Di pantai ini aku mengingatmu. Saat aku bermain denganmu, aku mengenang pantai tempat asalku mendatangimu.”Aku Pasti Bisa".

Si tamu yang sangat senang menatap mataku itu kini menikah. Pernikahan itulah yang telah merubahnya. Seakan mengikat dalam tenang. Karena dia sudah menikmati rumahnya yang berpayung rumah tangga. Dia tak lagi menangis. Malah senyum terukir manis.

Kini, aku sudah selesai menulis cerpenku. Aku termenung di depan Laptop temanku itu. Melihat dan mengoreksi hasil tulisanku itu. Sebenarnya aku salah. Karena menurut temanku yang sudah jago menulis, “setelah kau selesai menulis, simpan dulu. Harus diinkubasi. Jangan langsung diedit.” Katanya yang kuikuti dengan anggukan kepalaku yang seakan patuh.

Biasanya aku memang patuh. Tapi, tidak untuk sekarang. Maafkan aku, teman. Sekarang aku sangat butuh uang. Aku akan segera mengirimkan ke media cetak. Dan itu tak butuh waktu untuk menunggu lagi. Karena aku benar benar butuh uang.

Kulanjutkan editanku. Kubenahi tanda baca yang salah di sanasini. Kadang aku memicingkan mataku. Kadang aku tersenyum menikmati kata-kataku yang kurasa lucu. “Ah, tulisanku. Semoga kau diterima oleh media cetak. Dan kalau itu terjadi, berarti Tuhan telah mengirimmu menjadi penolongku. Penolong dompetku yang lagi sakit kanker, kantong kering kata temanku.” Batinku berbisik. Mengingat Tuhan dengan semangat menggebu saat menerima kurnianya.

Dan malam ini aku bisa menulis walau sebenarnya otakku sedang buntu. Aku pasti  bisa menulis karena tamu misterius itu. Yang jelas ini juga adalah anugerah Tuhan. Salah satu caranya untuk menolongku. Unutk memberi rezeki padaku. “Ah, Tuhanku selalu banyak cara. Ah, Tuhanku selalu hadir pada hambaNya yang mau berusaha. Oh, Tuhan, terima kasih. Semoga aku selalu bersyukur saat menerima rizkimu. Dan sabar dalam cobaanMu."Amin.”.